Tuesday, April 28, 2015

SITUS BATANG KUNO MASA KLASIK (HINDU-BUDHA) Studi Historis Wilayah Lama Situs Ekskavasi di Kabupaten Batang


SITUS BATANG KUNO MASA KLASIK (HINDU-BUDHA)
Studi Historis Wilayah Lama Situs Ekskavasi di Kabupaten Batang

Oleh : Butuk Buwang

A.     Pendahuluan
           Sejarah Indonesia Kuno masih banyak menyimpan masalah yang belum terungkap. Khususnya mengenai kisah tentang Jawa Tengah Kuno yang tertulis dalam buku-buku sejarah, lebih-lebih buku-buku yang berkaitan dengan pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah, selalu diawali dengan penyajian mengenai muncul dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Jawa Hindu dibagian pedalaman selatan Jawa Tengah. Dinasti Mataram Kuno dimunculkan secara tiba-tiba dengan mendapat porsi sorotan sejarawan secara lebih luas di daerah Kedu Selatan dan sekitarnya sedangkan bagian lain dari Jawa Tengah seakan-akan dibiarkan terlantar dalam kegelapan sejarah (Oemar, 1995 : 57).
         Batang adalah sebuah kabupaten yang terletak dipesisir utara Jawa Tengah. KabupatenBatang memiliki banyak peninggalan-peninggalan situs-situs sejarah kuno yang penyebarannya melingkupi seluruh wilayah di Batang. Situs-situs sejarah tersebut terdapat disekitar Batang yang diantaranya di Kecamatan Wonotunggal, Tersono, Reban, Bawang, Gringsing, Selopajang, dan Blado. Sejarah kuno di Kabupaten Batang sendiri bisa diketahui dengan peninggalan bukti-bukti sejarah diantaranya sumber temuan berupa prasasti yaitu : Prasasti Sojomerto, Prasasti Bendosari, Prasasti Wuntit, Prasasti Kepokoh, dan Prasasti Banjaran. Selain benda temuan yang lain berupa peninggalan jaman Hindu seperti lingga yoni, Ganesa, Nandi, runtuhan candi, dan bekas bangunan-bangunan/tempat bersejarah.
       Di Kabupaten Batang mempunyai peninggalan kuno yang penyebaranya meliputi seluruh wilayah yang ada di sekitar Batang. Peninggalan dari hasil temuan arkeologi dan temuan masyarakat sekitar mempuyai keunikan dan merupakan peninggalan masa lampau yang sebagai bukti bahwa daerah ini mempunyai penghuni yang berbudaya. Berdasarkan peninggalan-peninggalan karya budaya manusia yang ditemukan di Batang, baik lewat penemuan biasa secara kebetulan, penturan tradisi lokal maupun ekskavasi yang terancana oleh beberapa pihak menampakan gejala bahwa daerah tersebut sejak jaman dahulu  sudah memiliki masyarakat yang terikat dalam tatanan kehidupan yang teratur yang layak masuk dalam tinjauan sejarah.(Oemar, 1995 : 58).
        Kabupaten Batang sebenarnya mempunyai banyak situs sejarah. Namun kekayaan sejarah itu belum mendapat perhatian masyarakat luas, termasuk kalangan pendidikan. Karena itulah perlu pengenalan tentang lingkungan sejarah daerah Batang kepada dunia pendidikan khususnya pendidikan diwilayah Batang. Situs sejarah juga bisa disebut sebagai museum lapangan karena musium yang terletak didaerah terbuka seperti situs-situs sejarah. Situs sejarah juga bisa digunakan sebagai pendidikan untuk siswa sebagai sumber media pembelajaran agar siswa bisa berpikir analisis tentang bukti historis peninggalan-peninggalan sejarah yang berkaitan dengan pembelajaran sejarah di sekolah.

B.   Daerah Batang dan Sekitarnya dalam Sejarah
        Daerah Batang dan sekitarnya dalam sejarah Indonesia Kuno masih merupakan praktis belum dikenal umum meskipun kalau dilihat dengan kacamata pandangan historis daerah tersebut cukup mencurigakan. Daerah Batang terletak di wilayah Jawa Tengah Utara bagian Barat, tepat disebelah Utara Dieng. Dengan ditemukan benda temuan purbakala di wilayah situs Batang dalam peninggalan Hindu mengundang pemikiran bahwa daerah tersebut mempunyai nilai sejarah dalam peristiwa masa lampaunya.
        Kabupaten Batang secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 zona. Zona Utara meliputi daerah pesisir, daerah Tengah meliputi pegunungan Roban hingga wilayah Bandar Utara, zona Selatan meliputi daerah disebelah Selatan pegunungan Roban hingga pegunungan Kendeng. Daerah Batang merupakan daerah yang subur karena mempunyai aliran sungai yang melimpah dengan tanahnya yang gembur. Di zona utara terdapat 5 sungai yang cukup besar yaitu sungai Kuto di Gringsing, langsea di Subah, sungai Baya di Tulis, sungai Keramat di Batang, dan sungai Kupang di Warungasem. Posisi geografis daerah Batang dan sekitarnya mengundang pemikiran bahwa sejak jaman dahulu (jaman Kuno) daerah tersebut sudah dipilih orang untuk dihuni dan mempunyai kontak dengan daerah luar.

C.   Daerah Batang dan Problematika dalam Sejarah Indonesia Kuno
       Dalam sejarah Indonesia di jumpai tidak sedikit persoalan yang sesungguhnya belum terpecahkan. Adanya problem-problem yang tetap belum dapat di pecahkan tersebut terutama disebabkan oleh kurangnya sumber yang tersedia. Akibatnya gambaran sejarah yang di peroleh belum jelas, lebih-lebih mengenai sejarah Indonesia Kuno.
Tanda-tanda kehidupan di Jawa Tengah, dalam buku sejarah daerah Jawa Tengah, dijelaskan :
“Dari sumber-sumber yang terbatas dapat diduga, bahwa tanda-tanda kehidupan di Jawa Tengah mulai tampak sejak abad ke VII dengan diketemukannya prasasti Sojomerto atau mungkin lebih awal lagi pada abad ke V / VI dengan diketemukan prasasti Tuk Mas yang menurut Prof. Dr. Poerbotjaroko diperkirakan dari tahun 500-an. Sedangkan tanda-tanda kebudayaan di Jawa Tengah mulai tampak sejak abad ke VII yaitu dengan berkembangnya agama Budha aliran Hinayana sekte Mulasaraswatiwada di kerajaan Holing. Sejak kerajaan Holing lenyap tidak diketahui lagi kelanjutan perkembangan agama Budha aliran Mahayana. Kedua macam agama itu hidup dan berkembang berkat dukungan dinasti Sanjaya dan Saelendra yang memerintah Jawa Tengah.”

        Sejarah Indonesia Kuno hingga abad ke-10 M, dapat disusun berkat ditemukannya sejumlah prasasti serta peninggalan purbakala lainnya dan berita-berita luar negeri (terutama berita Cina). Dalam berita-berita dari Cina disebutkan sejumlah nama tempat yang di duga berada dikepulauan Indonesia. Sebagian nama tempat tersebut belum dapat dilokasisasikan dengan tepat. Diantaranya nama-nam tempat tersebut di hubungkan dengan pulau Jawa ialah Mo Ho Sin dan Ho Ling.
       Sehubung dengan masalah yang dikemukakan, patut diperhatikan bahwa beberapa sarjanan menghubungkan kedua nama tempat tersebut dengan daerah Batang atau tempat disekitarnya. Dr. Poerbocaroko menduga daerah Masin (di kecamatan Warungasem) sebagai letak Mohosin, sedangkan Groeneveldt menunjuk Dieng sebagai kemungkinan lokasi Lang Pi Ya.
Meskipun identifikasi Lang Pi Ya dengan Dieng kurang diterima mengingat dari Dieng orang tidak dapat melihat laut, namun barang kali Groenweldt menduga bahwa Holing terletak di daerah Batang maupaun tempat disekitarnya. Berbeda dengan Goenweldt, Orsoy de Flines menempatkan Lang Pi ya di bukit Lasem.
       Penelitian di daerah Batang menunjukan pertanda yang cukup menarik dalam rangka mencari letak Lang Pi Ya. Seperti diketahui menurut I-tsing, Holing terletak di sebelah timur Mohosin.
Dalam tahun 1962 di Batang ditemukan prasasti Sojomerto. Prasasti ini sangat menarik perhatian karena di dalamnya terdapat nama Dapunta Syailendra. Bagaimana hubungannya dengan Syailendrawangsa belum jelas. Berdasarkan prasasti-prasasti yang pernah ditemukan, para sarjana belum bisa memberikan penjelasan yang meyakinkan tentang asal usul serta pertumbuhan kekuasaan  Syailendrawangsa di Jawa Tengah. Nampaknya perlu di usahakan sumber-sumber baru, baik didaerah Batang maupun tempat lain.
     Dengan ditemukan prasasti Sojomero yang kuno itu (pertengahan abad ke VII M, menurut Drs. Buchari) dan sejumlah peninggalan purbakala di daerah Batang dan Dieng, berkembanglah pendapat mengenai proses peng-Hinduan, khususnya tentang jalur lalu lintas masuknya kebudayaan Hindu kedaerah pedalaman Jawa Tengah. Pada umumnya para sarjana berpendapat bahwa asal usul terjadinya hubungan antara bangsa Indonesia dan India adalah melalui perdagangan mengingat kondisi geografis Jawa Tengah, berat dugaan hubungan itu terjadi melalui Pantai Utara.

D.   Peninggalan Situs Sejarah di daerah Batang
        Benda-benda penemuan hasil peninggalan sejarah di daerah Batang bisa dijumpai baik didaerah pantai maupun pedalaman. Dari penelitian sementara, dapat diketahui bahwa benda-benda peninggalan tersebut berasal baik dari zaman prasejarah maupun zaman sejarah hingga abad ke-10 M.  Berdasarkan aktivitas pencarian serta penelitian sumber-sumber sejarah didaerah Batang dan sekitarnya, bahwa lokasi penemuan, benda-benda sejarah situs Batang Kuno dapat dibagi dalam 6 wilayah temuan yaitu :
1.      Peninggalan sejarah di wilayah situs Geringsing
2.      Peninggalan sejarah di wilayah situs Tersono
3.      Peninggalan sejarah di wilayah situs Reban
4.      Peninggalan sejarah di wilayah situs Blado
5.      Peninggalan sejarah di wilayah situs Selopajang
6.      Peninggalan sejarah di wilayah situs Wonotunggal
7.      Peninggalan sejarah di wilayah situs Bawang

Peninggalan sejarah tersebut berupa prasasti-prasasti maupun peninggalan-peningglan sejarah lainnya.
1.      Peninggalan Prasasti
a)   Prasasti Sojomerto 

Lokasinya terdapat didaerah desa Sojomerto Kecamatan Reban. Di perkirakan berasal dari abad ke 7 M. prasasti tersebut di pahatkan dengan huruf Pallawa. Prasasti bersifat Siwaitis dan memuat silsilah Dapunta Syailendra.

Gambar 2 : Prasasti Sojomerto dari abad ke VII (sumber : Penelitian Epigrapi Jawa Tengah  no. 32)



b)   Prasasti Banjaran 
 
Lokasinya terdapat didaerah dukuh Banjaran desa Semampir Kecamatan Reban. Diduga prasasti ini sejaman dengan prasasti Sojomerto. Belum ada sumber yang memuat tentang isinya.


Gambar 3 : Prasasti Banjaran  dari desa Semampir
(sumber : Berita Penelitian Arkeologi  no. 9)




c)   Prasasti Bendosari
Lokasinya terdapat di daerah desa Sidorejo Kecamatan Gringsing. Terletak ditepi pantai pada sebelah mata air, tidak jauh dari muara sungai Kuto di Gringsing. Prasasti diperkirakan berasal dari awal abad ke 8 M dan berisi pujian terhadap mata air.

Gambar 5 : Prasasti Bendosari dari desa Sidorejo
Sekarang Prasasti Bendosari disimpan di musium Ronggo Warsito Semarang.

d)    Prasasti Blado

Lokasinya terdapat di daerah dukuh Kepokoh Kecamatan Blado. Prasasti ini  dengan huruf Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta, sisi belakang bergambar bulan Sabit. Parasasti blado berasal dari abad ke 7 M. Isi pokoknya berkaitan dengan dana atau semacam sedekah (persembahan) yang diberikan seorang raja kepada suatu daerah atau kepada bangunan suci. Pada baris ke 5 tersebut kata sima (daerah perdikan) atau siwi (persembahan, pengabdian).
Gambar 6 : Prasasti Blado dari desa Kepokoh (sumber : Dokumen pribadi)

2.      Peninggalan Situs Sejarah Lain
Peninggalan situs sejarah tersebut penyebarannya luas didaerah Batang, terutama didaerah Batang selatan, yaitu :
a)      Peninggalan sejarah didaerah situs Gringsing
Peninggalan situs sejarah dari Bendosari yaitu prasasti Bendasari, dua buah arca Hamsa, sebuah jaladwara, dan batu bekas bangunan dari batu bata berukuran 40 x 20 cm.

Gambar 7 : bentuk pgalan sejarah di situs Gringsing

Bilamana sisa-sisa bangunan tersebut sejaman dengan prasasti Bendasari, berarti di Bendasari, di sekitar abad ke-8 telah terdapat suatu masyarakat yang telah terpengaruh oleh kebudayaan India. Mungkin merupakan pelabuhan utama yang menguasai perdagangan antara daerah pedalaman dengan pedagang-pedagang asing. Perlu di kemukakan 15 KM kearah pedalaman kita jumpai peninggalan purbakala yang diduga berasal dari abad yang sama di darah Tersono (desa Rejosari). (Oemar, 1995 : 63).


b)      Peninggalan sejarah didaerah situs Tersono



Gambar 8 : bentuk peninggalan sejarah di situs Tersono   
(sumber : dokumen dinas pariwisata dan arkeologi)

Peningalan sejarah dari desa Rejosari yaitu : arca Ganesa tinggi 47 cm, dua buah arca Nandi, sebuah arca Jaladwara mungkin Durga, bekas-bekas pondasi bangunan dari batu bata, dan batu-batu bekas alas pintu gerbang. Selain itu di daerah Pejambon terdapat 2 batu pengilon.
Di samping itu terdapat nama “Pecinan” dan “Siklenteng” serta tradisi rakyat mengenai daerah tersebut. Peninggalan di Rejosari mungkin sejaman dengan prasasti Bendasari. Adanya pemeluk agama Hindu di Tersono dalam abad ke-7 tidaklah mengherankan apabila diinginkan bahwa dalam abad tersebut telah tertulis prasasti Sojomerto (+ 10 KM di sebelah barat daya Tersono). (Oemar, 1995 : 64).
                                   
c)      Peninggalan sejarah didaerah situs Wonotunggal dan situs Silurah.
Ø  Gajah Indra
Peninggalan di desa Brokoh sebuah arca orang naik gajah, empat buah umpak, sebuah arca manusia dan kapak-kapak Neolitik.




Gambar 9 : peninggalan Gajah Indra  di situs Wonotunggal




Ø  Situs Silurah


Peninggalan didaerah Silurah diantaranya Ganesa dengan ukuran besar, patung Siwa tanpa kepala, lingga dan yoni. Selain itu ada bekas bangunan reruntuhan candi.

Gambar 10 : peninggalan Ganesa di situs Silurah



Ø  Peninggalan benda-benda perhiasan dari emas di Warungasem (dekat desa Masin/wura-wari)

Prasasti Canggal sebagai bukti sejarah Indonesia yang dibuat pada tahun 732 M atas perintah Raja Sanjaya menyebutkan bahwa “di Pulau Jawa yang masyhur ada seorang raja bernama Sanna”. Sanna yang agung atau “Mahasanna” kemudian berubah menjadi Mahasin dan orang sekarang menyebutnya dengan Masin, adalah sebuah desa di Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.Tersebutlah kerajaan Mahasin dengan rajanya Senna yang memerintah rakyatnya dengan adil dalam waktu yang lama. Pada tahun 684 M Mahasin digempur oleh Sriwijaya. Senna bersama dengan putra mahkotanya lari kearah selatan mendirikan padepokan di Desa Silurah, ditandai dengan adanya situs misterius dengan patung Ganesya dan peninggalan purbakala  bercorak Hindu lainnya, sedangkan Sanjaya sebagai putra mahkota diungsikan ke selatan di kaki gunung Merapi.
 (http://www.batangkab.go.id/pariwisata/Sejarah_Batang.htm)

d)      Peninggalan sejarah didaerah situs Selopajang dan sekitarnya.
Ø  Peningalan di Selopajang yaitu : arca manusia, 8 buah arca Nandi, sebuah prasada, sebuah padmasana, dua buah Yoni, batu-batu bekas bangunan, pecahan-pecahan kramik, sebuah arca Ganesa, sebuah arca Siwa maha guru.
Ø  Peninggalan purbakala didesa Selokarto yaitu : benda-benda prasejarah kapak Neolitik, kramik, batu bekas bangunan Hinduistis.
Ø  Peninggalan sejarah didesa pecalungan yaitu: bekas pondasi, sebuah Yoni dan batu bekas bangunan.
Ø  Peninggalan sejarah didesa Tumbrep yaitu : batu-batu bekas bangunan, sebuah arca Nandi, dan lingga.

Penyebaran peninggalan situs sejarah dalam lingkungan wilayah Selopajang tersebut terletak + 2-4 KM dekat dengan prasasti Banjaran dan Indrokilo. Dari peninggalan prehistoris, kiranya dapat disimpulkan telah adanya suatu masyarakat yang tertata dan berpusat di daerah Selopajang sebelum datang pengaruh kebudayaan Hindu yang selambat-lambatnya dalam abad 7 telah sampai disana. (Oemar, 1995 : 65).

e)      Peninggalan sejarah di daerah situs Bawang

Ø  Peninggalan didesa Candi Gugur yaitu : sebuah padmasana, arca Nandi, sebuah Jaladwara dan sebuah Lingga.
Ø  Peninggalan di Kepyar yaitu batu bekas candi, sebuah relief Kala, dan bangunan candi kecil.
Ø  Peninggalan di desa Cepit yaitu arca manusia setinggi 75 cm, arca Nandi, Lingga-Yoni, batu bekas pondasi suatu bangunan dan sebuah relief Kala.

Bawang terletak di sebelah utara Dieng dan merupakan daerah yang berdekatan dengan Dieng, dapat diperkirakan bahwa dulu merupakan tempar lalu lintas orang-orang menuju Dieng. Jalan Budha yang dalam tradisi dipandang sebagai jalan yang dilalui para peziarah Dieng, bekas-bekasnya ditemukan didaerah Bawang. Tidak heran jika di Bawang terdapat sejumlah peninggalan purbakala.
Dari peninggalan di Kepyar dengan jelas dapat diketahui bahwa didaerah itu dahulu pernah terdapat suatu bangunan candi. Arca Kala Kepyar cukup menarik perhatian berbeda dengan arca Kala pada umumnya, misalnya arca Kala di Dieng, Borobudur dan Prambanan, Kala di Kepyar mempunyai bingkai atas yang jelas, begitu pula lidahnya tampak jelas lukisannya atau pahatan perhiasannya halus.
Moh. Oemar menggambarkan adanya bentuk campuran dalam gaya seni Kala Kepyar (mirip Kala dari Campa dan arca Singa dari Gandara), serta bentuknya yang agak berbeda dengan arca Kala di Jawa Tengah bagian selatan, besar kemungkinan merupakan bentuk baru dari anasir seni baru yang dating dari luar Jawa. Pengaruh anasir asing tersebut menurut E. B. Volger terjadi antara pertengahan abad ke-9 hingga lebih kurang tahunm 927 M.(Oemar, 1995 : 66).

f)       Peninggalan sejarah di daerah situs Blado
Peninggalan purbakala di dukuh Kepokoh desa Blado yaitu prasasti Blado (Kepokoh), dan Lingga yoni


Gambar 6 : peninggalan situs Blado dari desa Kepokoh (sumber : Dokumen pribadi)

Terdapatnya peninggalan prasasti di daerah Blado memperkuat bahwa daerah ini mempunyai pengaruh adanya kerajaan yang ikut andil dalam wilayah di sekitar Batang. Apabila pembaca prasasti ini betul isi pokoknya berkaitan dengan dana atau semacam sedekah (persembahan) yang diberikan seorang raja kepada suatu daerah atau kepada bangunan suci. Pada baris ke 5 tersebut kata sima (daerah perdikan) atau siwi (persembahan, pengabdian)


E.   Tinjauan Historis Wilayah Batang

Batang adalah sebuah kabupaten di pantai utara Jawa Tengah. Kabupaten Batang dan sekitarnya dalam sejarah Indonesia kuno masih merupkan daerah belum banyak dikenal umum padahal didaerah Batang mempunyai letak yang strategis bila dilihat dengan kacamata pandangan histories, daerah tersebut sangat mencurigakan. Bagaimanapun daerah Batang kuno pasti sudah mempunyai kebudayaan walaupun dari tingkat yang sederhana. Posisi geografis serta keadaan geomorfologi Kabupaten Batang mengundang  pemikiran bahwa sejak dahulu jaman kuno daerah Batang sudah dipilih orang untuk dihuni karena mempunyai posisi menyelenggarakan kehidupan. Selain itu daerah tersebut besar sekali kemungkinan untuk mengadakan kontak dengan daerah lain atau luar (Oemar, 1995 : 58).

Berdasarkan pendapat dari ahli-ahli sejarah Dr. N. J. Krom Schruke, Orsay de Elines, Dorris, Brummunk, Buchari, Suyatmi Satari, dan masih banyak lagi maka daerah pantai utara Jawa Tengah merupakan daerah Kerajaan Hindu sejak abad ke-V (Kabupaten Batang, 1993 : 79).

Prasasti Pengilon di kabupaten Batang, di ungkap dalam surat kabar Wawasan tanggal 29 Agustus 2006 yaitu

“Kabupaten Batang ternyata memiliki berbagai peninggalan kuna yang mengandung nilai sejarah. Selain Patung Ganesha yang terletak di Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal yang diyakini merupakan peninggalan kerajaan pada zaman Agama Hindu-Buddha, juga terdapat sebuah prasasti batu yang dikenal dengan sebutan Prasasti Batu Pengilon. Prasasti batu tersebut berada di areal persawahan milik penduduk Dukuh Kepokoh, Desa Blado, Kecamatan Blado.
Dinamakan Batu Pengilon, menurut Kasmad, salah satu tokoh masyarakat Dukuh Kepokoh, karena batu tersebut memang dulunya ada kaca yang menempel di batu tersebut. Konon ceritanya, kaca tersebut sering dipakai untuk berhias diri.
Kasmad menambahkan, prasasti batu itu sekarang terletak di areal persawahan milik Sayid. Oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Batang, prasasti batu yang diyakini memiliki kaitan sejarah itu sekarang dibuat permanen dengan di pagar keliling.”
Kabupaten Batang memiliki keanekaragaman bentuk peninggalan masa lalu dan kuno yang penyebarannya meliputi seluruh yang ada di sekitar Batang. Peninggalan dari hasil temuan arkologi dan temuan masyarakat sekitar mempunyai keunikan dan merupakan peninggalan masa lampau yang sebagai bukti bahwa daerah ini berpenghuni yang berbudaya. Tim penyusun sejarah Batang (1993 : 76) menyebutkan data-data maupun temuan benda-benda pada era pra-historis memang tidak begitu banyak seperti halnya temuan benda-benda peninggalan zaman klasik atau Hindu, yang dapat dibilang tersebar diseluruh wilayah Batang. Dengan ditemukan beberapa peninggalan benda-benda kultur Megalitik seperti Punde, Menhir, dan artefak-artefak, kereweng-kereweng lokal, dan terakhir ditemukannya pecahan Nekara dari desa Siberuk Subah, ini sudah dapat membuktikan bahwa pada zaman itu daerah Batang telah dihuni oleh manusia yang berbudaya dengan segala kegiatan-kegiatan dalam memenuhi hajat hidup.
Hasil surve tahun 1975-1976 oleh pusat Arkeologi Nasional di Pekalongan, Batang, dan Kendal banyak mendapatkan hasil temuan baru yang tersebar dari tepi pantai laut Jawa sampai kepuncak pegunungan yang berupa prasasti, runtuhan candi, pondasi bangunan-bangunan klasik, patung dan lingga yoni. Penemuan benda-benda tersebut menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Batang.
Pengaruh kebudayaan Hindu sampai di daerah Batang karena merupakan pengaruh dari kebudayaan luar yang menyebar akhirnya datang ke daerah Batang. Pengaruh ini muncul karena daerah Batang merupakan jalur strategis menuju daerah pedalaman daerah Jawa Tengah.
Tinjauan histories oleh Moh. Oemar dalam Lustrum VII IKIP Semarang (1995 : 69-74) mengenai kerakatan dan tinjauan Historis wilayah situs Batang Kuno menyebutkan penggambaran daerah persebaran benda di situs Batang sangat mempunyai nilai Historis. Penelitian Moh. Oemar itu yaitu dijelaskan sebagai berikut sesuai gambaran sejarah yang di tulis dalam lustrum :

Karekaan daerah Tersono
Daerah Tersono, seperti telah di kemukakan, berada di sebelah tenggara daerah Kabupaten Batang. Dengan wilayah Kecamatan Limpung, keduanya merupakan kesatuana, yakni terletak di antara kedua pegunungan (Roben dan Kedang) dengan sungai-sungai yang tidak sedikit. Kenyatan itu menyebabkan daerah tersebut subur  sejak dulu kala.
Sebagai daerah pedalaman  lembah Tersono tidak begitu jauh dari laut. Antara lembah Tersono dengan Gringsing (Bendasari) terletak sugai Kuto. Ini berarti, sebagai daerah pedalaman Tersono tidak tertutup terhadap kemungkinan hubungan yang lancer dengan luar. Dengan meliahat kondisi geografisnya, tidaklah mengherankan apabila di daerah itu pernah berkembang suatu kerakaan. Ditunjukan daerah itu sebagai daerah kademangan oleh Susuhan barangkali tidak hanya  didorong oleh faktor-faktor sosial ekonomi, melainkan juga faktor histories. Analisis Schrieke  mengenai sebab kedudukan keraton Mataram Islam serta pergeserannya yang selalu berada di lingkugan atau disekitar daerah Surakarta, dapat sebagai bahan pertimbangan. Dengan menilik kemugkinan kejadian dalam lingkungan kerajaan Mataram, pemilihan Tersono sebagai kademangan barangkali karena daerah itu pernah berdiri suatu kerakaan. Peninggalan purbakala disana adalah bukti kuat dari kerakaan Tersono.
Pusat kerakaan barangkali terletak di Pejambon, yang menurut tradisi dikenal sebagai pusat kademangan. Pejambon terletak 1,5 km sebelah selatan Pejaten, tempat ditemukannya peninggalan purbakala. Dalam pertumbuhannya kerakaan Tersono mungkin dapat menguasai lembah Tersono-Limpung hingga Bendasari yang terletak di muara sungai Kuto. Penguasaan atas Bendansari adalah penting sekali karena merupakan tempat paling mudah untuk mengadakan hubungan dengan luar. Penguasan atas Bendansari oleh kerakaan Tersono tidaklah terlalu sulit. Tersono sebagai kerakaan argraris dengan daerahnya yang subur, cukup kaya baik di bidang ekonomi maupun tenaga manusia.
Bendansari tentunya merupakan suatu”Marbour principality” yang barangkali tumbuh dari perkampungan nelayan. Letaknya di muara sungai Kuto, telah memberikan keuntungan dibidang perdagangan barang-barang dari daerah pedalaman. Selain dari pada itu, mata air Balaikambang tampaknya merupakan daya penarik bagi perahu-perahu untuk mengambil air tawar di tepi laut ada penting sekali, sehingga timbulnya pujian terhadapnya yang digurutkan dalam prasasti tidaklah mengherankan. Menurut penelitian, prasasti Bendansari berisi pujian terhadap mata air tersebut.
Di atas dikemukakan mengenai suatu kemungkinan dikuasainya Bendansari oleh kerakaan Tersono. Penguasaan Bendansari oleh kerakaan Tersono penting sifatnya guna memperlancar hubungan dengan luar. Telah dilangsungkan hubungan perdagangan dengan luar negeri (India maupun Tiongkok) dapat diketahui dari berbagai faktor. Pertama, pengaruh Hindu telah sampai di daerah itu selambat-lambatnya abad VII M. (bagaimana juga para pedagang adalah pionir yang membina hubungan antara kepulauan Indonesia dengan India). Kedua, tradisi di desa Rejosari mengenai sawah Pecinan dan sawah Si Klenteng. Tradisi ini, seperti kami duga, mugkin menunjukkan adalah hubungan dengan Tiongkok, dalam arti ada pedagang-pedagang Tionghoa yang sampai di Tersono pada zaman itu.
Sawah Si Klenteng terletak di sebelah barat sawah tempat dijumpai peninggalan purbakala. Si Klenteng yang barang kali merupakan bekas bangunan klenteng, serta letaknya yang berdekatan dengan bangunan klenteng di sana berasal dari zaman kuno. Petunjuk yang pasti mengenai hal itu tidak dijumpai, namun tradisi tentang sawah Pecinan sebagai bekas perkampungan orang-orang Cina yang menurut tradisi itu jauh lebih tua dari kademangan di Tersono, tampaknya menang menunjukan hubungan antara si klenteng dengan Pecinan dan orang-orang Tionghoa telah sampai disana pada Zaman kerakaan Tersono.
Sawah Pecina terletak di dekat sawah Pejambon yang kemugkinan sekali merupakan letak pusat karekaan Tersono. Perkampungan pedagang asing yang tidak jauh dari pusat pemerintahan mungkin sudah bisa pada zaman kuno maupun pada zaman berikutnya. Dalam perkampungan orang-orang asing tersebut tetap hidup menurut kebiasaan-kebiasaan di negerinya. Mereka memilih tempat di dekat keraton mungkin atas dasar pertimbangan keamanan. Hubungan mereka dengan penguasa tentunya hanyalah dalam segi ekonomi. Sebagaimana diketahui, perdagangan di Indonesia pada waktu itu barada di tangan penguasa.
Adanya perkampungan pedagang-pedagang asing di karekaan Tersono barangkali dapat di terima mengigat letak yang strategis dalam lalu lintas (perdagangan) antara daerah pedalaman (daerah Bawang, Dieng dan mungkin juga Selopajang) dengan pantai utara (Bendasari). Karekaan Tersono dengan Bendasari merupakan pintu gerbang terdekat bagi daerah Bawang dan Dieng untuk menuju pantai utara. Oleh karena itu hubungan perdangangan antara pedalaman dengan pantai utara tentulah melalui daerah Tersono. Di daerah Selopajang dan Selokerto, lebih-lebih di tempat peninggalan purbakala, ditemukan pecahan-pecahan keramik dan pernah tergali sejumlah benda-benda keramik seperti tempayan, piring dan mangkok.
Hal ini menunjukkan adanya hubungan perdagangan dengan daerah pesisir. Hubungan itu mungkin melalui Tersono dan benda-benda keramik diatas tentunya berasal dari pedagang Tionghoa di sana. Dari Selopajang ke Tersono tidak begitu jauh, melalui sungai Petung, dari Rejosari orang sampai di Selopajang ke Sojomerto. Ini agaknya tersimpul dalam suatu tradisi di desa Banjaran dan sekitarnya yang menyatakan bahwa jalan di sebelah timur Banjaran, yang menuju ke Sojomerto, adalah bekas dari Bruklinting. Dugaan peranaan karekaan Tersono menuju Simbang Klawen dan selanjutnya menuju Dieng mengikuti jalan Budha.
Teradisi tersebut yang masih diragukan kebenarannya oleh Dr P.J. Veth, dengan ditemukanya peninggalan purbakala di daerah Tersono, barangkali memang benar adanya. “Onbelisl is het of de volagens de inlanders zeer eude weng die in Pekalongan van Tersono naar Simbang Klawen vort, made tot de boddha-wegen behoort” (PJ.Veth,1896:110).dari pusat karekaan Tersono ini baerangkali kebudayaan Hindu memancar ke daerah pedalaman.
Dari beberapa faktor yang dikemukakan, tidaklah terlalu sulit bagi karekaan Tersono untuk tumbuh menjadi karekaan yang cukup kuat dan sanggup bertahan lama. Berita Tiongkok mengenai negeri-negeri di lautan selatan, bukan tidak mungkin bila ada yang meyinggung karekaan Tersono ini.
Pegunungan Kendeng di sebelah selatan Rejosari tidak begitu jauh dari peninggalan purbakala di Pejaten. Untuk mencapai puncak dari Pejambon atau Rejosari cukup dalam waktu 30 menit. Dari puncaknya orang dapat melihat laut dengan jelas. Dalam tradisi di desa Rejosari, antara lain diceritakan bahwa dari Pejambon hingga pegunungan Kendeng dahulu kala terdapat jalan besar. Dengan mengingat peristiwa-peristiwa itu histories yang mungkin terjadi di daerah Tersono, barang kali pegunungan Kendeng ini dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian lokasi Lang-pi-Ya, yang tersebut dalam berita Tiongkok sebagai tempat yang sering dikunjungi raja untuk melihat laut.

Karekaan di daerah Bawang
Bawang terletak di daerah Batang Tenggara dan merupakan perbatasan dengan wilayah Kedu. Di bandingkan dengan daerah Selopajang atau Tersono, Bawang jauh lebih tinggi, sekitar 900 m, di atas  permukaan laut. Oleh karena letaknya itu, Bawang memegang peranan penting sebagai penghubung antara wilayah Dieng dan pedalaman Jawa Tengah dengan daerah pesisir utara. Hal ini terbukti dengan ditemukannya bekas-bekas jalan Budha yang menuju ke Dieng dan terus ke daerah Begalan.
Karekaan Bawang berdasarkan peninggalan purbakala yang ada, tidak begitu jelas pertumbuhannya apakah tumbuh sejajar dengan karekaan Selopajang dan Tersono, atau baru timbul pada masa kemudian. Penelitian sementara terhadap peninggalan kuno disana menujukkan bahwa di antara bangunan-bangunan tersebut mugkin berasal dari abad ke-9 M. Ini berarti bahwa abad ke-9 M, itu terdapat karekaan di daerah Bawang yang aktif melaksanakan pembangunan candi. Tampaknya karekaan di sana dikembangkan dalam abad ke-9 M, dan merupakan suatu karekaan yang kuat di daerah Batang.
Usia bagunan kuno di Bawang relief dapat diketahui oleh karena ditemukannya relif-relif Kala. Di antara kala-kala tersebut, kala dari Kepyar adalah agak menarik perhatian sebab bentuknya agak berbeda dengan di tempat lain. Kala itu mempunyai bingkai yang jelas dengan lidah menjulur tanpa di stylir. Kala dengan bentuk bingkai dapat di jumpai antara lain di Candi Gedong Songo C, tetapi bentuk kedua kala tersebut tidaklah sama benar. Lidah yang begitu jelas tidak tampak dalam kala dari Candi Gedong Songo C. Pada umumnya lidah itu sudah diubah polanya begitu rupa sehinga tidak begitu merupakan salah satu dari bentuk anasir asing yang masuk ke Jawa dalam abad ke-9 M, sebagaimana diduga oleh E.B. Voger menghubungkan timbulnya anasir asing itu dengan terbitnya prasasti Gondosuli.
Bila mana dugaan di atas itu benar, maka terdapatnya anasir asing di daerah Bawang adalah cukup menarik perhatian sehubungan dengan terlihatnya perkembangan baru dalam kehidupan politik di daerah pedalaman Jawa Tengah, menjelang pertengahan abad ke-9 M. Pada masa tersebut timbul prasasti Gondosuli (Kedu Utara) yang berbahasa Melayu kuno oleh De Casparis gejala tersebut dipandang sebagai kebangkitan kembali Dinasti Sanjaya. Dari hal-hal diatas adalah mungkin bahwa dalam abad ke-9 M, karekaan Bawang didominir oleh para petualang perang (warlike settlers) dari luar jawa, yang mungkin mempuyai hubungan dengan Rakai Patapan. Masalah tersebut menyangkut hubungan antara daerah Bawang dengan kekuasaan di daerah pedalaman Jawa Tengah.

Pengaruh Dinasti Sanjaya di Daerah Batang
Dari peninggalan-peninggalan purbakala tersebut di atas, baik berupa prasasti, seni bangunan maupun tradisi di daerah Batang, menimbulkan dugaan adanya pertalian antara karekaan-karekaan di daerah Batang dengan daerah Dieng dan sekitarnya, yang merupakan wilayah pengaruh kerajaan Mataram kuno.
Bangunan candi di Dieng barangkali merupakan hasil karya karekaan-karekaan yang terdapat di sekitar Dieng, termasuk karekaan di daerah Batang. Dieng tentunya tempat suci bersama.
Terdapat ikatan erat antara daerah Batang dengan Dieng dan ikut serta karekaan di sana dalam pembangunan candi-candi di Dieng didukung oleh berbagi tradisi yang tersebar di daerah Batang. Misalnya tradisi Dipikulnya dua lumpang dengan Dieng (di desa Sidoarjo-Bawang), adanya mata air yang airnya berasal dari Dieng (di desa Selokarto), gua yang menghubungkan daerah Selopajang dengan Dieng (di desa Selopajang), batu yang digiring dari Rejosari ke Dieng (di Tersono), dsb.
Tanda-tanda adanya ikatan politik antara daerah Batang dengan kekuasaan di daerah pedalaman Jawa Tegah di sekitar pertengahan abad ke-9. Dalam pembicaraan mengenai karekaan di daerah Bawang telah dikemukakan adanya gejala-gejala yang mungkin menunjugkan adanya unsur-unsur asing yang sampai di Jawa Tengah di sekitar abad ke-9.
Jogler menghubungkan anasir asing terdapat di Candi Gedong Songo dengan Rakai Petapan serta pertaliannya dengan Sanjayawangsa. Sementara itu De Casparis berpendapat bahwa bahasa melayu kuno pada prasasti Gondosuli merupakan pertanda bangkitnya kembali Sanjayawangsa karena memperoleh dukungan kelompok penguasa yang berasal dari luar Jawa.
Apabila dugaan adanya anasir asing pada peninggalan seni bangunan di daerah Bawang tersebut di bangun oleh para pendatang dari luar jawa. Bilamana benar ada penguasa asing dalam karekaan Bawang dan sesuai dengan penguasa di Gondosuli, kemungkinan memang terdapat hubungan antara kekuasaan politik di wilayah tersebut. Sejauh mana peranan daerah Bawang khususnya dan Batang umumnya dalam pertikaian politik di pedalaman Jawa Tengah pada pertengahan abad ke IX tersebut, masih perlu penelitian lebih mendalam.
Adanya pengaruh dinasti Sanjaya di daerah Batang itu lebih jelas dengan ditemukannya prasasti Indrokilo dari tahun 884 M. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Rakai Kayuwangi, yang antar lain berisi tentang pembelian tanah oleh permaisurinya Rakai Kayuwangi.
Sesudah masa Kayuwangi, dan dengan pindahnya pusat kekuasaan ke Jawa Timur, keadaan di daerah Batang tidak jelas. Tetapi kemungkinan sekali disana tetap terdapat karekaan-karekaan. Tradisi lokal mengenai berlangsungnya pertempuraan antara kerajaan Karang Kobar serta adanya nama-nama desa seperti Wurawari (terdapat di desa dengan nama tersebut) dan masih di daerah Batang nampaknya mendukung hipotesa bahwa kerajaan Wurawari terletak di Jawa Tengah bagian barat dan wilayahnya terbentang hingga daerah Batang.

B.   Kesimpulan
Hasil penelitian tersebut, sekali masih “summir” sifatnya, agaknya dapat juga memberi daya terang kesejarahan kepada daerah Batang di bagian utara Jawa Tengah yang selama ini belum tergambar dalam kanvas Sejarah Indonesia Kuno. Penelitian ini dapat digunakan dalam dunia pendidikan sebagai perkenalan sejarah daerah Batang untuk sebagai alternatif sumber media pembelajaran sejarah perkembangan Hindu-Budha di Indonesia dan khususnya Batang.
Dengan demikian dalam batasan-batasan tertentu diharapkan hasil penelitian ini akan menyediakan peluang bagi para ahli yang berminat untuk melakukan penelitian yang lebih luas dan mendalam atas daerah tersebut untuk mengagkat Batang dan daerah pesisir utara Jawa Tengah umumnya ke dalam percaturan Sejarah Indonesia Kuno.
Sebagai kesimpulan, penelitian ini menyajikan pendapat:
a.       Berkat ditemukanya benda-benda sejarah yang beragam-ragam pada waktu akhir-akhir ini, di daerah Batang sekitarnya, cukuplah alesan utama menduga bahwa sesungguhnya di daerah tersebut pada masa sebelum, semasa dan sesudah Zaman Mataram Kuno sudah merupakan tempat pemukiman manusia yang terkait dalam intuisi masyarakat yang teratur. Sungai-sungai, lembah-lembah yang subur dan letaknya yang berpegunugan dan memangku lautan bukanlah alasan yang mustahil untuk menggunakan dugaan tersebut di atas.
b.      Dari beberapa keterangan yang terdapat pada prasasti-prasasti yang akhir-akhir ini diketemukan di daerah tersebut, seperti prasasti Sojomerto, indrokilo, dsb. Dapat ditarik kesimpulan bahwa daerah Batang jelas mempunyai kontak dengan daerah-daerah di sebelah selatan pegunungan yang merupakan pengaruh dari kerajaan Mataram Kuno. Bahkan mungkin beberapa tempat/desa di daerah tersebut dahulu pernah menjadi pusat “kerajaan” yang penting yang pernah disebut-sebut dalam bagian lain dalam sejarah kuno, antara lain Masin dan Worawari.
c.       Sebagai daerah yang mempuyai masyarakat yang “hidup”, Batang mempunyai kontak dengan daerah luar Jawa lewat perdagangan. Dugaan ini dikuatkan antara lain oleh letak/ posisi geografisnya dan ditemukannya banyak benda-benda keramik Cina dari bermacam-macam abad, mulai abad X sampai abad XV. Bukti-bukti lain seperti “tangga Budha” di daerah kecamatan Bawang lebih memperkuat dugaan bahwa Batang merupakan “pintu gerbang” masuknya agama dan kebudayaan Hindu ke bagian selatan Jawa Tengah.
d.      Melihat keadaan alamnya yang banyak dialiri air oleh sungai-sungai kecil dengan verval yang cukup baik dan melandai dari arah selatan ke utara kuatlah dugaan bahwa daerah Batang benar-benar wilayah yang ideal untuk mengembangkan kehidupan bertani dengan system sawah basah. Dengan demikian, mengikuti logika Van Naerssen daerah tersebut dapat di duga sebagai wilayah awal dari pertumbuhan institusi kerakaan dalam tata kehidupan masyarakat para Hindu yang sangat penting kedudukannya dalam proses peralihan ke zaman pengarah Hindu .
e.       Setelah surutnya kekuasaan Sanjaya dan Syilendra di Jawa Tengah daerah Batang rupanya tidak ikut ”mati”, masyarakat di daerah tersebut tetap berkembang terus dengan serba masalahnya dan merupakan mata rantai dengan zaman berikutnya.
Demikian secara garis besar keadaan daerah Batang dan sekitarnya pada masa kuno yang seyogyanya mendapat peninjauan histories secara lebih insentif.
Mari belajar sejarah melalui situs Batang kuno guna menciptakan pembelajaran sejarah yang baik bermutu, dan sebagai generasi penerus berpikir historis menapak peristiwa masa lalu sebagai pembelajaran masa sekarang agar lebih baik lagi. Dengan kemampuan tersebut, kita akan mendapat pelajaran bahwa kebudayaan bangsa Indonesia, khususnya wilayah Kabupaten Batang itu sudah tinggi. Kebudayaan itu perlu kita jaga dan lestarikan.

DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan dan Kebudayan Batang. 1993/1994. Sejarah Batang Suatu Pendahuluan. Batang : Sekertariat daerah Kabupaten Batang.
Depdikbud. 1976/1977. Sejarah Daerah Jawa Tengah. Semarang : Depdikbud.
Oemar, Moh. . 1995. ‘Sejarah Batang Kuno dan Sekitarnya Studi Wilayah Sejarah Lama’. Lembaran Ilmu Pengetahuan Khusus In Memoriam Lustrum VI IKIP Semarang. Semarang : UPT IKIP Press.
Satari, Soejatmi dkk. 1977. Laporan Hasil Surve Kepurbakalaan di daerah Jawa Tengah Bagian Utara Kabupaten Pekalongan, Batang dan Kendal, Nomer 9. Jakarta : PT. Rora Karya.
Siswanto, Ady. 1986. Data Arsitektur Tradisional Batang. Batang : Depdiknas.
Suhadi, Machi dan MM. Soekarto. 1986. Laporan Epigrafi Jawa Tengah, Nomer 37. Jakarta : CV. Solidaritas Jaya.

Internet
Arsip artikel kabupaten Batang. Dalam http://www.batangkab.go.id/headline/0608.htm (Data tanggal 3 Maret 2007, pukul 22.07 WIB).
Sejarah Batang dan Munculnya Pemerintah Kabupaten Batang. Dalam. http://www.batangkab.go.id/profile/sejarah.htm (Data tanggal 3 Maret 2007, pukul 23.15 WIB).
Wisata budaya. Dalam http://www.batangkab.go.id/pariwisata/Sejarah_Batang.htm (Data tanggal 3 Maret 2007, pukul 23.20 WIB).

Media massa
Koran Wawasan, tanggal terbit 29 Agustus 2006.
Koran Wawasan, tanggal terbit 31 Agustus 2006.
Koran Suara Merdeka, tanggal terbit 19 Agustus 2006.            

 

4 comments:

Butuk Buwang said...

Maaf untuk revisi Lokasi Prasasti Bendosari ditemukan di Desa Sidorejo Kecamatan Gringsing.. bukan di tempat Desa kebondalem.

Unknown said...

Keren..di daerah bawang juga sekarang sudah mulai di temukan batu2 seperti bgian candi..dan serpihan sendok kuno

Raditya Nugraha said...

izin share ..kang

Komojoyo said...

Wes titi wancine budoyo jowo tukul

Post a Comment